MENOLAK LUPA: 'Sosok Idham Chalid, Ketua DPR-RI 'Termiskin' yang TOLAK Gunakan MOBIL DINAS dan Haramkan Keluarganya Gunakan FASILITAS NEGARA.'

Edisi: 1.155
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel

    Potret: WP|Properti • Idham Chalid (tengah) 

KUPANG TIMES - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, saat ini tengah menjadi sorotan tajam masyarakat.

Sorotan tersebut, tidak lepas dari tunjangan besar dan gaya hidup mewah anggotanya. 

tetapi tahukah anda, dulu DPR-RI pernah memiliki dan dipimpin oleh sosok yang keseharian hidupnya sederhana. 

Sosok tersebut bernama; Idham Chalid, beliau adalah Ketua DPR-RI pada Periode 1971-1977. 

Tokoh Besar Nahdlatul Ulama (NU) itu, hidupnya jauh dari kesan kemewahan yang sering melekat pada pejabat tinggi di Indonesia.

dikutip dari akun @goodrecom di X, dijelaskan bagaimana Idham Chalid mengharamkan fasilitas negara digunakan untuk kepentingan keluarganya. 

bahkan anaknya perlu berjualan air dan naik angkot metro-mini untuk kegiatan sehari-hari.

“Kepada isteri.. saya selalu berpesan; anak-anak hanya boleh makan dari gaji saya.. agar mereka terjaga dari uang haram.!”|Idham (Negarawan) 

Integritas Idham Chalid bukan hanya sebatas isapan jempol, melainkan sebuah prinsip hidup. 

Pesan tersebut menjadi bukti nyata bagaimana Idham Chalid berupaya keras memastikan bahwa; keluarganya hidup dari penghasilan halal.

“tidak ada fasilitas negara bagi keluarga.. anak-anak lebih memilih berwirausaha dan tidak terjun ke politik.. meski ayahnya pejabat tinggi negara.”|Idham (Negarawan) 

Hidup Sederhana di Ruang Politik, 

Grandy Ramadhan mengenang sosok kakeknya sebagai pribadi yang sederhana dan rendah hati. 

Padahal saat itu Idham Chalid memegang salah satu Jabatan Tinggi di Pemerintahan.

Grandy, ingat, setiap kali keluarga berpergian ke suatu tempat, sang kakek selalu memilih tempat menginap yang sederhana, tetapi tetap nyaman, dari pada harus tinggal di tempat yang mewah dan mahal.

“Beliau sangat anti hidup bermewah-mewahan.. bahkan untuk barang-barang yang beliau pakai pribadi tetap lebih mengutamakan fungsi dibandingkan kemewahan barangnya, 

Itu yang beliau tanamkan ke anak-anak dan cucu-cucunya, 

Saya banyak diajari oleh beliau."|Grandy (cucu) dikutip dari Historia.

Siti Rokayah, isteri dari Idham Chalid membenarkan sifat tegas suaminya yang menolak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan keluarga. 

Sejak awal pernikahan, prinsip tersebut sudah diwanti-wanti Idham kepadanya.

“Saya sudah diperingatkan.. Kamu.. saya haramkan memakai uang dari orang lain, 

Kamu hanya boleh makan dari gaji pak Idham, 

Kalau ada tamu bawa makanan.. saya boleh makan, 

tapi kalau uang.. hanya boleh dari gaji suami, 

Hati-hati anakmu.. jangan sampai darahnya mengalir uang haram."|Siti Rokayah (Isteri) 

Karena prinsip tersebut, Siti Rokayah, mengatakan, dirinya tidak pernah mendapatkan uang belanja berlebihan. 

bahkan bisa dibilang, nilai uang belanjanya tidak berubah selama bertahun-tahun. 

tetapi, selama bertahun-tahun tetap mencukupi kebutuhan mereka.


cukup tahu • selama menjadi pejabat pemerintah, Idham Chalid tidak mempunyai bisnis atau menjadi komisaris (rangkap jabatan) 

Idham, tidak pernah menggunakan mobil dinas dan memilih angkutan umum untuk bepergian, termasuk dengan keluarganya.

“Bapak kan pejabat ya.. tapi tidak ada mobil dinas.. Kemana-mana kami naik metro-mini, 

Kalau ke rumah sakit.. zaman dulu kan yang ada Rumah Sakit Pertamina ya naik metro-mini."|Siti Rokayah (Isteri) 

setelah tidak lagi menjabat di pemerintahan, Idham Chalid mendapatkan uang pensiun sebesar IDR 1,1 Juta dari DDPR-RI, lalu ada juga uang dari Pemerintahan DKI sebesar IDR 1,5 Juta. 

Siti Rokayah merasa yang ditinggalkan oleh suaminya sudah cukup.

“buat nyambung-nyambung hidup."|Siti Rokayah (Isteri) 

Karir Politik Kiai yang Sederhana, 

Idham Chalid lahir di Setui, dekat Kecamatan Kotabaru, bagian tenggara Kalimantan Selatan pada 27 Agustus 1921. 

sejak kecil Idham mendapat pendidikan agama yang baik dari keluarganya.

Pada usia 30 tahun Idham dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). 

Empat tahun setelah menjadi sekjen, Idham diberi kepercayaan menjadi Ketua Umum PBNU.

Idham telah duduk menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) pada tahun 1950. 

Setelah mendirikan Partai NU, Idham mendapatkan jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri setelah Pemilu 1955.

Pada zaman Orla hingga Orba, Idham menjabat posisi penting seperti; Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) (1963-1966) • Menteri Kesejahteraan Rakyat (1966-1967, 1967-1968 dan 1968-1973) • Ketua DPR/MPR (1971-1977).

Setelah tidak lagi berkecimpung di dunia politik, Idham memimpin Perguruan Darul Ma’rif di Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Lembaga Pendidikan Darul Qur’an dan Rumah Yatim di Cisarua, Bogor.

Idham menghembuskan nafas terakhirnya pada 11 Juli 2010, setelah berjuang menghadapi sakit sejak 1999. 

Sosok kiai kharismatik dan sederhana tersebut, kemudian diabadikan oleh Bank Indonesia dalam uang pecahan IDR 5 Ribu.


BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.

Informasi Artikel:

| Konteks: Sejarah, Sosial, 

| Penulis: W.J.B

| Sumber: X @goodrecom, Historia, 

| Penerbit: Kupang TIMES

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®