Edisi: 1.132
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - "Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Amalia Adininggar Widyasanti, menilai, standar kemiskinan Indonesia berdasarkan laporan Bank Dunia hanya sebagai rujukan saja,
Amelia, mengatakan, laporan Bank Dunia itu bukan suatu keharusan untuk diterapkan di Indonesia."
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan penjelasan soal angka Kemiskinan versi Bank Dunia (World Bank).
dalam laporan terbarunya bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mengkategorikan 60,3% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2024 sebagai penduduk miskin.
Standar Perhitungan Ambang Batas Kemiskinan yang digunakan untuk Indonesia mengikuti standar upper middle class, yakni; USD 6,85 per-Kapita per-Hari dalam Purchasing Power Parity (PPP).
adapun suatu negara disebut masuk upper middle class, apabila memiliki gross national income (GNI) /atau pendapatan nasional bruto berkisar USD 4.466—USD 13.845 per-Kapita.
Indonesia telah masuk dalam kategori negara upper middle class dengan GNI sebesar USD 4.580 per-Kapita.
“standarnya yang USD 6,85 itu adalah median dari upper middle income. Indonesia sendiri dalam status upper middle income masih di bawah."|Amalia (Plt. Kepala BPS RI), saat di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, (30/04/25).
Amalia, mengatakan, Bank Dunia tidak mewajibkan penerapan garis kemiskinan global oleh seluruh negara.
masing-masing negara dianjurkan untuk menetapkan garis kemiskinan nasional yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi setempat.
Amalia, mencontohkan China yang telah menyatakan angka kemiskinan di negaranya sudah mencapai 0%.
Namun, Bank Dunia mengatakan, masih 17%.
Amalia, di Indonesia, penghitungan angka kemiskinan telah dilakukan berdasarkan kondisi setiap provinsi.
Data tersebut, kemudian diakumulasi menjadi angka kemiskinan nasional.
“Standar hidup di Provinsi DKI tidak akan sama dengan standar hidup misalnya di Provinsi Papua Selatan,
dan Provinsi DKI maupun Provinsi Papua Selatan memiliki garis kemiskinan yang berbeda-beda."|Amalia (Plt. Kepala BPS RI)
Amalia, mengatakan, angka kemiskinan dari Bank Dunia sebaiknya dijadikan referensi, bukan dijadikan acuan utama dalam penentuan kebijakan nasional.
“mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia,
karena itu, bukanlah suatu keharusan kita menerapkan, tetapi memang itu hanya sebagai referensi saja."|Amalia (Plt. Kepala BPS RI)
Amalia, mengatakan, meski begitu, BPS telah mengikuti standar perhitungan kemiskinan ekstrem dari Bank Dunia, yakni; USD 2,15.
Standar tersebut ditetapkan Bank Dunia berdasarkan pada negara paling miskin.
“Kita sudah ikut.. selain kemiskinan ekstrem.. Kita juga punya (kategori) Kemiskinan."|Amalia (Plt. Kepala BPS RI)
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Statistik, Sosial,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: World Bank, BPS RI,
| Penerbit: Kupang TIMES