Edisi: 1.164
Halaman 4
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk kembali menjalankan skema burden sharing alias berbagi beban pembiayaan dengan Kementerian Keuangan RI, membuat pasar tercengang.
bagaimana tidak, BI kini semakin jor-joran membeli surat utang negara (SBN) demi membiayai program-program prioritas Pemerintahan Presiden RI, Prabowo Subianto.
hingga awal September 2025, Gubernur BI, Perry Warjiyo, melaporkan, bank sentral telah memborong SBN senilai IDR 200 Triliun di pasar sekunder.
angka tersebut, jauh melampaui target awal tahun 2025 yang mencapai IDR 150 Triliun, artinya; BI seperti mencetak uang demi memuluskan program-program ambisius presiden terpilih.
dalam rapat virtual dengan DPD RI, Perry Warjiyo, menegaskan, burden sharing ini adalah wujud sinergi antara bank sentral dan pemerintah dalam mendukung visi-misi Prabowo yang tertulis dalam Asta Cita.
meski demikian, Perry, mengatakan, langkah ini tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.
"Kami update dan [sampai] kemarin kami telah membeli SBN sebesar IDR 200 triliun, data terbaru kemarin termasuk untuk debt switching."|Perry (Gubernur BI)
Perry, mengatakan, Dana jumbo ini, akan dialokasikan untuk membiayai program ekonomi kerakyatan, seperti; perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih.
Defisit Fiskal dan Tumpukan Utang,
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, mengakui burden sharing ini sangat meringankan beban fiskal.
“seperti; Koperasi Merah Putih, itu dananya bisa menjadi murah kepada koperasi,
ini karena kami dengan BI melakukan semacam burden sharing."|Sri Mulyani (Menkeu RI)
namun, Sri Mulyani, membantah tudingan bahwa; kebijakan ini menggerus independensi BI.
Sri Mulyani, menjelaskan, langkah ini sejalan dengan salah satu peran BI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
"hal-hal seperti itu agar BI juga memiliki peranan yang tidak hanya stabilitas tapi growth [pertumbuhan], tetapi tetap proporsional, tetap Bank Indonesia memiliki independensi."|Sri Mulyani (Menkeu RI)
Komitmen BI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi memang semakin jelas terlihat sejak Prabowo memimpin.
Sejak Oktober 2024, BI telah memangkas suku bunga hingga 100 basis poin (bps) demi mengejar target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
masalahnya, untuk mencapai target itu, pemerintah butuh belanja besar, sementara kondisi keuangan negara sangat sempit.
Undang-Undang membatasi defisit APBN maksimal 3% terhadap PDB.
oleh karena itu, pemerintah mencari cara 'putra-putri terbaik bangsa' untuk membiayai program-program tanpa melanggar aturan.
Solusinya, pembiayaan investasi.
Dana tersebut, tidak masuk dalam belanja pemerintah, melainkan dicatat sebagai penyertaan modal negara (PMN).
Hasilnya, defisit APBN tetap terkendali, tapi utang negara terus membengkak.
dengan BI yang semakin agresif membeli surat utang, bank sentral seakan menjadi mesin cetak uang untuk membiayai ambisi pemerintah.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Ekonomi, Perbankan,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Bank Indonesia, Kemenkeu RI,
| Penerbit: Kupang TIMES