Sufmi Dasco: "DPR Segera PANGGIL Fadli Zon, untuk JELASKAN Peristiwa Pemerkosaan Massal 1998 hanya RUMOR.?"

Edisi: 1.189
Halaman 2
Integritas |Independen |Kredibel

      Potret: LB|Properti

JAKARTA, KUPANG TIMES - 'Komisi X DPR-RI segera memanggil Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon usai menimbulkan Kontroversi.'

Wakil Ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan, legislator Senayan segera memanggil Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, usai menimbulkan kontroversi. 

Fadli Zon, menyangkal, dengan mengatakan, peristiwa pemerkosaan massal 1998 hanya rumor belaka.

Penyangkalan tersebut menjadi landasan Komisi X DPR-RI untuk segera memanggil Fadli Zon dalam waktu dekat. 

"Komisi terkait (Komisi X DPR-RI), saya dengar akan meminta menteri yang bersangkutan memberikan keterangan di DPR."|Dasco (Waket DPR-RI) saat di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, (24/06/25)

Politikus Partai Gerindra itu, menyambut baik agenda pemanggilan tersebut. 

Dasco, menilai, pemanggilan tersebut bisa membantu menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud oleh Fadli Zon. 

"Saya pikir itu bagus untuk meng-clear-kan hal-hal yang kemudian menjadi informasi bagi masyarakat."|Dasco (Waket DPR-RI)

dalam momen yang sama, Dasco, meminta, publik tidak berspekulasi terkait proyek penulisan ulang sejarah yang sedang dikerjakan oleh Kementerian Kebudayaan RI. 

Dasco, mengatakan, tidak ada siapa pun yang bisa menjamin bahwa; ada maksud khusus dari penulisan ulang sejarah tersebut. 

"Kita kan enggak tahu,

Jangan kemudian menuduh sepihak, ada kepentingan dari penguasa loh."|Dasco (Waket DPR-RI)

Dasco, mengimbau, masyarakat tidak mengambil kesimpulan sendiri. 

alasannya; karena saat ini proyek yang dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon tersebut, masih berproses dan dalam pengawasan Komisi X DPR-RI. 

"Kan itu baru nanti akan didalami oleh Komisi X,

Nah setelah didalami, baru diambil kesimpulan."|Dasco (Waket DPR-RI)

cukup tahu • sejumlah kelompok masyarakat menilai penulisan ulang sejarah sarat akan masalah dan kepentingan politik. 

mantan aktivis 1998, Pande K. Trimayuni, mengatakan, semestinya penulisan sejarah di-inisiasi oleh: para akademisi dan sejarawan, baik karena adanya penemuan baru maupun karena pertimbangan lain. 

penulisan yang di-inisiasi oleh Negara semakin menunjukkan adanya kepentingan tertentu.

“terlihat dari banyak yang tidak dimunculkan, seperti melihat persoalan yang terjadi di Orde Baru sebagai hal positif saja."|Pande (Aktivis 1998), dalam konferensi pers di Graha Pena 98, Jakarta, Rabu, (18/06/25)

Pande, menuturkan, upaya memutihkan dosa masa lalu, terlihat dari luputnya berbagai macam peristiwa penting yang melibatkan para penguasa kala itu dan sebagian masih berkuasa hingga saat ini. 

beberapa peristiwa yang tidak dicantumkan tersebut, di antaranya; tentang gerakan perempuan, peristiwa-peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjelang reformasi dan terlalu banyak menggunakan kata pembangunan yang memberikan kesan menghilangkan aksi-aksi keji saat itu.

Pande, menjelaskan, dampak dari pengaburan fakta itu, tidak hanya berhenti dari dibukukannya sejarah. 

lebih jauh, negara akan menggunakannya sebagai alat propaganda, seperti; memasukkannya ke dalam kurikulum, referensi film-film, hingga menjadi argumen pembenaran untuk memberikan gelar pahlawan kepada mantan Presiden Ke-2 RI, Soeharto.

sementara itu, akademisi, ahli, aktivis dan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak penulisan ulang sejarah secara tunggal yang sedang digarap pemerintah. 

AKSI, menilai, penulisan ulang sejarah tersebut, bisa membungkam kebenaran.

Negara tidak berhak memberi tafsir tunggal atas sejarah. 

sejarah seharusnya memberi ruang setara bagi mereka yang di-marjinalkan di masyarakat. 

Penolakan AKSI terkait penyangkalan Fadli Zon, telah disampaikan saat melakukan audiensi dengan Komisi X DPR-RI, Kamis, (19/06/25)

“Pelanggaran Berat HAM masa lalu harus terus diungkap kebenarannya • disuarakan • di-ingat dan ‘sejarah resmi’ dapat digunakan menutupi dosa masa lalu • peristiwa yang kelam berisiko terulang kembali."|kata AKSI dalam keterangan resmi, dikutip dari TCO, Senin, (02/06/25)

BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.

Informasi Artikel:

| Konteks: Politik, Sejarah, 

| Penulis: W.J.B

| Sumber: Sufmi Dasco, Komisi X DPR-RI, AKSI, Kementerian Kebudayaan RI, 

| Penerbit: Kupang TIMES

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®