Negara Rugi IDR 900 Miliar, Kejati NTT Sita Aset Tanah Negara yang Dikuasai Keluarga Konay.?

Edisi: 1.161
Halaman 4
Integritas |Independen |Kredibel

      Potret: KT|Properti

KUPANG TIMES - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, resmi menyita aset tanah milik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kupang, Rabu, (28/05/25). 

aset tanah yang terletak di Jl. Piet A Tallo, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang itu, selama ini dikuasai oleh Keluarga Konay.

Kejati NTT membawa 6 (enam) papan tanda penyitaan dan dipasang di beberapa titik /atau batas lahan tersebut. 

Pemasangan Papan tanda penyitaan itu dikawal ketat oleh satu regu personel Datasemen Polisi Militer (Denpom) IX/1 Kupang dan Komando Resor Militer (Korem) 161/Wirasakti Kupang.

setelah Kejati NTT tiba di lokasi untuk melakukan pemasangan papan, salah satu anggota Keluarga Konay, yakni; Dony Konay, langsung melayangkan protes. 

Dony, meminta Kejati NTT menunjukkan surat perintah pemasangan papan penyitaan.

"tidak bisa.. mana surat perintahnya.? Surat Perintah dari siapa.? Tolong tunjukan suratnya."|Dony (ahli waris), saat di lokasi penyitaan. 

Dony, mengeklaim, dirinya merupakan salah satu ahli waris atas tanah tersebut. 

Donny, langsung meminta Kejati NTT, tidak boleh ada aktivitas di tanah yang berjarak sekitar 50 meter dengan Hotel Neo Aston By El Tari Kupang tersebut.

"Beta (saya) Dony Konay, pokoknya yang pastinya kami tidak mau ada aktivitas di sini ya, 

setidaknya kalian itu, minta permisi, 

Kami minta, kalau bisa Kemenkumham undang dahulu keluarga Konay dan Gubernur juga, karena tanah ini sudah dieksekusi sejak tahun 1997."|Dony (ahli waris) 

menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Penyidikan, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTT, Mourest Kolobani, mengatakan, tidak mau berdebat untuk mencari tahu pemilik aset tanah.

"Kami tidak mau berdebat ya,

Saya tidak mau berurusan dengan keluarga Konay."|Mourest (Kasie Dik Aspidsus Kejati NTT), saat menjawab pertanyaan Dony.

Mourest, menjelaskan, Aset Negara yang disita tersebut, memiliki luas 99.785 Meter Persegi.

aset tanah tersebut tercatat secara sah dalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 4 Tahun 1995 dengan gambar situasi nomor 599/1994 atas nama Pemerintah Republik Indonesia /atau Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kami memasang enam papan tanda penyitaan di enam titik lokasi yang berada dalam area tanah objek perkara dan memasang kawat berduri untuk menghubungkan enam papan tanda penyitaan tersebut."|Mourest (Kasie Dik Aspidsus Kejati NTT)

Mourest, mengatakan, penyitaan itu dilakukan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang nomor 20/Pen.Pid.Sus-TPK-SITA/2025/PN Kpg tanggal 30 April 2025, untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penguasaan aset tanah milik Negara, oleh: pihak yang tidak berhak.

"Kalau berdasarkan hasil penyidikan sementara, maka potensi kerugian negara ditaksir mencapai IDR 900 Miliar, akibat penguasaan tidak sah atas tanah milik pemerintah ini."|Mourest (Kasie Dik Aspidsus Kejati NTT)

Mourest, mengatakan, dugaan korupsi itu berakar dari peralihan dan transaksi ilegal yang dilakukan sejumlah pihak tanpa hak atas tanah milik negara yang telah sah bersertifikat menurut hukum.

"Kami berkomitmen menindak tegas setiap praktik korupsi yang menyasar Aset Negara, terutama dalam penguasaan dan jual beli tanah milik pemerintah, 

langkah penyitaan ini, merupakan, bagian dari proses hukum yang transparan dan akuntabel untuk mengembalikan hak negara dan mencegah kerugian lebih lanjut."|Mourest (Kasie Dik Aspidsus Kejati NTT)


Kronologi Kepemilikan Aset Tanah, 

Mourest, mengatakan, kasus ini bermula dari Surat Keterangan (SK) pelepasan hak nomor 1/Sub.Dit.Agr/1975 tanggal 7 Mei 1975 yang mencatat tukar guling antara Pemerintah Daerah (Pemda) Tingkat I NTT dengan Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT.

Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT dalam tukar guling itu menyerahkan aset tanah seluas 23,95 hektare di Oebobo kepada Pemda NTT dan menerima pengganti berupa; 40 hektare di Kelurahan Oesapa Selatan /atau lokasi yang telah dipasangi papan penyitaan tadi.

aset tanah tersebut, kemudian didaftarkan dan diterbitkan SHP Nomor 10 tahun 1975 yang kemudian dibagi lagi menjadi dua SHP, yaitu; Nomor 4 Tahun 1995 dengan luasnya 99.785 meter persegi dan SHP Nomor 5 tahun 1995 dengan luasnya 264.340 meter persegi yang kini telah dibangun lapas, rupbasan, lapas anak, lapas perempuan dan imigrasi, rudenim dan rutan.

"Karena adanya pembangunan jalan, maka aset tanah tersebut dibagi menjadi dua SHP."|Mourest (Kasie Dik Aspidsus Kejati NTT)

berjalannya waktu, Mourest, mengatakan, aset tanah tersebut, diperjualbelikan kepada sejumlah pihak, yakni; Yonas Konay menjual beli tanah yang telah bersertifikat hak pakai Nomor 4 Tahun 1995 kepada Charly Yapola seluas 2.000 meter persegi sesuai kuitansi tanggal 2 Oktober 2017 dengan harga IDR 300 Juta dengan cara mencicil hingga saat ini sudah sebagian besar telah dicicil dan sisanya akan dilunasi setelah sertifikat diserahkan.

selanjutnya, Yohana H. Lada Sitta, telah dibuatkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor 306/PEM.PH/CKL/XI/2020 tanggal 17 September 2020, oleh: Yonas Konay yang menyerahkan hak yang disaksikan oleh Lurah Oesapa, Kiai Kia dan Pelaksana Tugas (Plt) Camat kelapa Lima, Lazarus Lusi. 

aset tanah tersebut dibeli pada 1984 dengan harga IDR 750 Juta dan luasnya 10 ribu meter persegi.

Kemudian, Nicolins Mariana Mailakay dibuatkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor 403/PEM.PH/CKL/IX/2020 tanggal 30 November 2020 oleh Yonas Konay seharga IDR 2 Miliar dengan luasnya 10 ribu meter persegi. 

Pembayarannya dilakukan dengan cara mencicil hingga saat ini telah dicicil sekitar IDR 900 Juta dan sisanya setelah ada sertifikat baru dilunasi.

selain Yonas Konay, Susana Juliana Konay juga memperjualbelikan aset tanah yang telah bersertifikat hak pakai nomor 4 Tahun 1995 itu kepada Alberth Arnold Antonius Fina dengan harga IDR 200 Juta sesuai kuitansi tanggal 7 Mei 2019 dengan luas tanah 2.000 meter persegi.

Kemudian, Susana memperjualbelikan tanah itu lagi kepada Naomi Fina Mansopu dengan harga IDR 333 Juta dengan luas tanah 2.000 meter persegi. 

Hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan penyerahan hak atas tanah nomor PEM.37a/PH/CKL/VI/ 2020 pada 5 Juni 2020.

selanjutnya, Susana kembali memperjualbelikan aset tanah itu lagi kepada Basri Lewamang pada 2 Juni 2020 dengan luasnya 3.000 meter persegi dan harganya IDR 900 Juta. 

Penjualan aset tanah tersebut, dibuktikan, dengan surat pernyataan penyerahan hak atas aset tanah nomor 64/PH/CKL/VII/2020 tanggal 2 Juli 2020 dan kuitansi pembelian tanah pada 15 November 2020.

selain itu, salah satu pihak, yaitu Nikson Lily juga turut memperjualbelikan aset tanah yang memiliki SHP nomor 4 Tahun 1995 kepada Roby Lugito seluas 20 ribu meter persegi. 

Kemudian, Roby juga telah membayar uang muka sekitar IDR 200 Juta.

"semua transaksi tersebut dilakukan tanpa dasar Hukum yang Sah karena tanah yang diperjualbelikan adalah aset negara yang tercatat atas nama Pemerintah RI."|Mourest (Kasie Dik Aspidsus Kejati NTT)


BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.

Informasi Artikel:

| Konteks: Hukum, Sejarah, 

| Penulis: W.J.B

| Sumber: Puspenkum Kejati NTT, 

| Penerbit: Kupang TIMES

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®