Edisi: 1.199
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - Pemerintah berencana memutihkan atau menghapus tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang nilainya capai IDR 7,6 Triliun.
Informasi Rencana Penghapusan tersebut pertama kali diungkapkan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi.
Prasetyo, mengatakan, Pemerintah masih memverifikasi data.
"sedang dipelajari dulu, dihitung dulu. • Ada rencana seperti itu, tapi mohon waktu karena itu kan pasti harus dihitung. • Datanya juga harus diverifikasi, kemudian angka nominalnya juga harus dipertimbangkan."|Prasetyo (Mensesneg), Kamis, (09/10/25).
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, total tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan hingga saat ini mencapai IDR 7,691 Triliun.
"rencana pemutihan tunggakan, sekitar IDR 7,691 Triliun."|Ali (Dirut BPJS Kesehatan), Senin, (13/10).
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai, apabila kebijakan ini benar-benar dilakukan, maka merupakan langkah positif yang patut disambut baik. • sebab, akan memberi harapan baru bagi jutaan peserta mandiri yang selama ini terhambat mendapatkan layanan JKN.
Timboel, mengatakan, tunggakan iuran selama ini menjadi 'penyandera' bagi peserta mandiri, terutama di Kelas 3.
banyak dari peserta BPJS tidak dapat mengakses layanan kesehatan karena status kepesertaannya non-aktif.
"tentunya kami sangat menyambut baik kebijakan pemerintah untuk menghapus, memutihkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan dari kelas peserta mandiri yang selama ini sangat menyandera peserta mandiri kelas 3, kelas 2, kelas 1, yang memang mayoritas kelas 3 ini untuk menjadi peserta aktif yang dapat layanan JKN."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, mengingatkan kembali, tunggakan terjadi saat Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang menaikkan Iuran BPJS Kesehatan di tengah Pandemi Covid-19.
waktu itu, iuran peserta kelas 1 naik dari IDR 80 Ribu menjadi IDR 150 Ribu, • Kelas 2 dari IDR 51 Ribu menjadi IDR 100 Ribu, • Kelas 3 dari IDR 23 Ribu menjadi IDR 42 Ribu, tetapi disubsidi Pemerintah IDR 7.000 sehingga peserta cukup membayar IDR 35 Ribu.
"Kenaikan iuran di tengah covid-19 pada saat itu membuat peserta mandiri memang sangat-sangat terpukul dan akhirnya gagal bayar untuk membayar iuran sehingga menciptakan tunggakan-tunggakan yang sampai saat ini menyandera peserta mandiri."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch) .
Timboel, menjelaskan, ada dua faktor utama penyebab peserta mandiri menunggak Iuran BPJS Kesehatan.
PERTAMA • karena kemampuan ekonomi yang lemah (ability to pay).
KEDUA • ketidakmauan membayar (willingness to pay) akibat kekecewaan terhadap layanan kesehatan sehingga ogah melanjutkan untuk membayar.
"Nah, tentunya kalau menurut saya memang ini adalah bagian yang harus diperbaiki."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, menilai, kebijakan pemutihan membawa lebih banyak sisi positif dibandingkan negatifnya.
dengan adanya rencana Pemutihan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan tersebut, akan mengembalikan hak konstitusional rakyat untuk kembali menjadi peserta aktif dan memperoleh layanan kesehatan.
Pemutihan tersebut, berpotensi, memperkuat keuangan BPJS Kesehatan dalam jangka panjang.
Peserta yang sebelumnya tidak aktif karena tersandera tunggakan dapat kembali membayar iuran secara rutin dan berkontribusi pada sistem gotong royong JKN.
"Ketika tunggakan dihapus, maka pembayaran iuran berikutnya menjadi pendapatan riil bagi BPJS."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, mengatakan, kondisi saat ini membuat banyak potensi penerimaan negara justru hilang karena peserta tidak bisa mengaktifkan kembali kepesertaannya.
selain aspek keuangan, kebijakan tersebut, memberikan rasa keadilan sosial, apalagi untuk peserta yang memang tidak mampu untuk membayar.
"Kalau orang kaya bisa dapat tax amnesty, masa orang miskin yang ability to pay nya tidak ada ini, tidak dapat keringanan.?"|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, mengatakan, kebijakan ini selaras dengan tiga tujuan hukum menurut Gustav Radbruch: Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum.
Penghapusan tunggakan tersebut, dapat memenuhi ketiganya sekaligus.
dari sisi Keadilan, kebijakan ini membantu kelompok masyarakat yang benar-benar tidak mampu agar kembali aktif sebagai peserta JKN.
dari sisi Kemanfaatan, peserta bisa kembali memanfaatkan layanan kesehatan tanpa beban tunggakan yang menumpuk.
sementara dari sisi Kepastian Hukum, pemutihan memberikan jaminan hukum bagi masyarakat untuk tetap memiliki akses terhadap layanan kesehatan.
"Nah tentunya ini yang menurut saya harus benar-benar segera direalisasikan."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, menyoroti, banyak peserta mandiri yang sebelumnya beralih ke skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Kondisi itu, justru menambah beban anggaran negara, karena banyak peserta yang sebenarnya mampu masih ditanggung pemerintah.
"dengan pemutihan, mereka (yang masuk ke PBI saat covid) bisa kembali ke peserta mandiri dan PBI bisa diisi oleh masyarakat yang benar-benar miskin."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, menilai, pemutihan akan menciptakan sistem JKN yang lebih tepat sasaran dan berkeadilan.
Namun, Timboel mengingatkan, pemutihan saja tidak cukup untuk mencegah tunggakan iuran kembali terjadi.
Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus memperbaiki mutu pelayanan agar peserta tidak kehilangan kepercayaan.
"Pelayanan yang buruk di fasilitas kesehatan membuat orang enggan bayar,
Jadi peningkatan mutu layanan menjadi kunci menekan tunggakan."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, menekankan, pentingnya pengawasan terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang masih kerap melakukan pelanggaran.
Kasus fraud dan pelayanan tidak layak masih sering ditemukan di lapangan.
Timboel, mendorong pemerintah menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang sanksi administrasi bagi penunggak iuran BPJS. • aturan tersebut memungkinkan pembatasan layanan publik bagi peserta yang tidak aktif, seperti; Pengurusan SIM, SKCK, hingga Paspor.
Timboel, menilai, kebijakan tersebut bisa memperkuat disiplin pembayaran di kalangan peserta mandiri dengan prinsip gotong royong yang menjadi dasar dari sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Karena itu, peserta mampu harus berkontribusi, sementara yang tidak mampu tetap dilindungi melalui PBI.
"ini bukan untuk mempersulit, tapi untuk menumbuhkan kesadaran bergotong royong."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Timboel, mengatakan, penerapan PP 86/2013 dan peningkatan kualitas layanan menjadi dua langkah penting pasca-pemutihan untuk memastikan tunggakan tidak kembali menumpuk di masa depan.
"substansi hukumnya sudah ada, tinggal penegakan dan pelaksanaan di lapangan,
dengan komitmen struktural dan peningkatan pelayanan, sistem JKN bisa lebih berkelanjutan dan adil bagi seluruh rakyat."|Timboel Siregar (Koord. Advokasi BPJS Watch)
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai, kebijakan pemutihan memiliki dua sisi, yakni manfaat jangka pendek dan risiko jangka panjang.
Pemutihan patut diapresiasi sebagai kebijakan sosial yang membantu masyarakat, tetapi tetap perlu diwaspadai dampaknya terhadap disiplin peserta dan keberlanjutan fiskal.
Ronny, menjelaskan, kebijakan ini dapat disebut sebagai relief policy atau kebijakan keringanan yang berorientasi sosial.
di tengah tekanan ekonomi, terutama bagi pekerja informal dan peserta mandiri, pemutihan ini dapat memulihkan kepesertaan aktif BPJS yang sempat macet.
"artinya; semakin banyak masyarakat yang bisa kembali mengakses layanan kesehatan tanpa hambatan administrasi."|Ronny (Analis)
dari sisi politik, Ronny, melihat, kebijakan ini untuk memperkuat citra pemerintah sebagai pihak yang peduli pada pekerja dan sensitif terhadap keadilan sosial. • tentunya ini sejalan dengan semangat universal health coverage.
Namun, dari sisi negatif, Ronny menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan moral hazard dan risiko fiskal.
Publik bisa menafsirkan kebijakan pemutihan ini sebagai sinyal bahwa; tunggakan iuran pada akhirnya akan dihapuskan.
"ini menciptakan preseden buruk terhadap disiplin kepesertaan."|Ronny (Analis)
Ronny, mengatakan, selain itu, hilangnya potensi penerimaan IDR 7,5 Triliun juga bisa memperlemah arus kas BPJS dan menambah beban APBN jika defisit pembiayaan harus ditutup dengan dana pemerintah.
Ronny, menegaskan, jika kebijakan seperti ini dilakukan berulang, maka keberlanjutan sistem jaminan sosial nasional dapat terancam.
Ronny, menyoroti, potensi distorsi keadilan antar peserta, karena peserta yang disiplin membayar bisa merasa dirugikan.
"dalam jangka panjang, hal itu bisa menggerus kepercayaan publik terhadap sistem."|Ronny (Analis)
Ronny, menekankan, tanpa kepercayaan, skema asuransi sosial tidak akan bisa berjalan dengan baik.
sebagai langkah mitigasi, Ronny, menyarankan, 4 (empat) hal, antara lain:
PERTAMA • membatasi kebijakan pemutihan ini sebagai langkah satu kali (one off policy).
KEDUA • perlu mengkombinasikan antara keringanan dengan peningkatan sistem kepatuhan, salah satunya dengan integrasi data.
"misalnya; dengan integrasi NIK, penerapan sanksi administratif atau pemotongan langsung dari sumber pendapatan bagi peserta non-formal bisa menjadi opsi."|Ronny (Analis)
KETIGA • pemerintah juga perlu memperkuat edukasi publik bahwa BPJS bukan bantuan sosial, melainkan sistem gotong royong yang membutuhkan kedisiplinan bersama.
KEEMPAT • melakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap segmen peserta yang paling rawan menunggak, sehingga kebijakan ke depan bisa lebih tepat sasaran dan tidak bersifat menyamaratakan.
"intinya, kebijakan ini boleh jadi terasa populer dan tampak empatik, tapi tetap harus dilihat dengan kacamata keberlanjutan fiskal dan keadilan sosial,
Kalau tidak hati-hati, pemerintah bisa jatuh dalam jebakan populisme kebijakan, di mana kebaikan jangka pendek justru menciptakan kerentanan jangka panjang."|Ronny (Analis)
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Keuangan, Sosial, Kesehatan,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: BPJS Kesehatan,
| Penerbit: Kupang TIMES