CEGAH Keracunan MBG dan Berburu RENTE, Guru Besar UGM: "MBG Sebaiknya Diserahkan Ke Kantin Sekolah."

Edisi: 1.190
Halaman 1
Integritas |Independen |Kredibel


KUPANG TIMES - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah 10 bulan dilaksanakan. 

Selama itu pula, program ini belum beres dan terus menimbulkan permasalahan baru (Keracunan MBG). 

tujuan meningkatkan dan memperbaiki kualitas gizi anak Indonesia terutama anak yang berasal dari golongan yang kurang, kenyataannya justru lain; makanan kurang variatif dan kurang memenuhi gizi. 

Kondisi terburuk, ratusan siswa di sejumlah daerah keracunan akibat program tersebut. 

bahkan beberapa diantaranya meninggal dunia, karena makanan yang tersaji sudah basi.

Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A., Guru Besar Departemen Manajemen FEB UGM berpendapat; belajar dari pengalaman di negara maju, Makan Bergizi Gratis atau MBG sejatinya merupakan ide yang bagus. 

Program ini sesungguhnya memberikan banyak manfaat; PERTAMA • setidaknya bertujuan memperbaiki gizi anak di usia pertumbuhan melalui asupan yang cukup. 

KEDUA • membangun kohesi sosial karena anak mendapatkan makanan yang sama dan harapannya akan tumbuh empati dan kepedulian sosial.

KETIGA • melalui program ini, memberi pelajaran anak berperilaku tertib saat mengantri mengambil makanan, dan membersihkan makanan. 

KEEMPAT • anak tumbuh sikap bertanggung jawab untuk mengambil secukupnya, dan bertanggung jawab untuk tidak membuang-buang makanan. 

KELIMA • memberikan multiplier effect pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan.

KEENAM • terciptanya lapangan kerja serta mencegah urbanisasi.

“tantangannya di implementasi, persoalan muncul bukan pada ide besar, tetapi pada delivery mechanism sehingga belakangan ini muncul pandangan negatif dan berbagai kasus keracunan muncul."|Agus Sartono (Akademisi), Jum’at, (03/10/25).

dalam pandangannya, jika dilihat dari sasaran yang ingin dicapai, setidaknya terdapat 28,2 juta siswa SD/MI, 13,4 juta siswa SMP/MTs, 12,2 juta siswa SMK/MA/SMA dan Dikmas/SLB 2,3 Juta siswa sehingga total ada sekitar 55,1 juta yang harus dilayani. 

Semua itu tersebar di 329 ribu satuan pendidikan dan belum termasuk lebih dari 20 ribu pesantren. 

“dengan anggaran 15 ribu rupiah per siswa, maka setidaknya dibutuhkan dana sebesar IDR 247,95 Triliun."|Agus Sartono (Akademisi)

Agus, mengatakan, implementasi program MBG dengan dana sebesar IDR 247,95 Triliun ini jauh lebih besar dari dana desa 2025 sekitar IDR 71 Triliun. 

sementara itu, anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah tahun 2025 sebesar IDR 347 Triliun, sehingga terdapat IDR 665,95 Triliun yang berputar di daerah. 

“Jumlah yang sangat besar tentunya dan diharapkan akan mendongkrak konsumsi dan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi,

Namun, kembali ke pertanyaan awal riuhnya program MBG, persoalan muncul pada delivery mechanism."|Agus Sartono (Akademisi),

Agus, mengatakan, sesungguhnya sudah banyak program yang sasaran dan basisnya mengarah untuk siswa serta masyarakat tidak mampu seperti; Bantuan Operasional Sekolah (BOS), • Kartu Indonesia Pintar (KIP), • Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial atau bansos. 

Program-program tersebut selama ini menyasar setidaknya 20% pada keluarga tidak mampu. 

Pada tahun 2010 penyaluran BOS sempat mengalami persoalan dan akhirnya didistribusikan langsung ke satuan pendidikan dan BOS tersebut diberikan ke sekolah /madrasah /satuan pendidikan berbasis pada besar kecilnya siswa.

“Pertanyaannya, kenapa MBG yang tujuannya sangat bagus tidak dilakukan menggunakan mekanisme yang sudah ada.? 

Bukankah UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur bahwa; pendidikan merupakan urusan konkuren dan daerah diberi kewenangan.? 

Kabupaten/Kota mengelola SD/SMP, Provinsi mengelola SMK/SMA dan pendidikan berbasis agama masih dibawah Kemenag."|Agus Sartono (Akademisi),

Agus, mengatakan, oleh sebab itu, ada baiknya daerah-daerah diberikan kewenangan sesuai Undang-Undang dan Badan Gizi Nasional (BGN) hanya melakukan monitoring. • dengan cara dan pemberdayaan Pemerintahan Daerah.

sistem tersebut menjamin kemudahan dalam koordinasi dan tingkat keberhasilan akan jauh lebih baik.

Belajar dari praktik baik negara maju, program MBG dilaksanakan melalui kantin sekolah. 

cara seperti ini, lebih baik dibanding dengan cara atau sistem sistem yang diterapkan di Indonesia saat ini. 

melalui kantin sekolah, makanan akan tersaji fresh dan  terhindar dari makanan basi. 

dengan skala relatif kecil dan lebih terkontrol mestinya cara-cara seperti ini bisa dilakukan di Indonesia. 

“Sekolah bersama komite sekolah saya kira mampu mengelola ini dengan baik."|Agus Sartono (Akademisi)

Agus, mengatakan, Jika itu diterapkan, kebutuhan bahan baku bisa dipenuhi dari UMKM di sekitar sekolah, sehingga tercipta sirkulasi ekonomi yang baik. 

dengan demikian, sekolah mendapatkan dana utuh sebesar 15 ribu rupiah per porsi, bukan seperti yang terjadi selama ini hanya sekitar 7.000 rupiah per-porsi. 

Alternatif lain, dana bisa diberikan secara tunai kepada siswa, dan melibatkan orang tua untuk membelanjakan dan menyiapkan bekal kepada putra putrinya. 

dengan cara seperti ini, Badan Gizi Nasional hanya perlu menyusun panduan teknis dan melakukan pengawasan. 

begitu pula guru di sekolah, jika ada anak yang tidak membawa bekal bisa memberi peringatan. 

“Jika sampai satu bulan tidak membawa bisa memanggil orang tuanya dan jika masih terus bisa dihentikan, 

Cara seperti ini, saya kira, tidak saja menanggulangi praktek pemburu rente, tetapi juga dipercaya akan lebih efektif,

Dana dapat ditransfer langsung ke siswa setiap bulan seperti halnya KIP atau seperti penyaluran BOS."|Agus Sartono (Akademisi)

Agus, mengatakan, akhir-akhir ini, persoalan keracunan MBG jika dirunut sebagai akibat panjangnya rantai penyaluran. 

Penyaluran MBG melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dinilai hanya menguntungkan pengusaha besar yang mampu terlibat dalam program mulia ini. 

sungguh menyedihkan jika unit cost 15.000 rupiah per-porsi per-anak pada akhirnya tinggal 7.000 rupiah saja. 

Program Makan Bergizi Gratis pun bisa menjadi “Makar Bergiri Gratis” bagi pengusaha besar karena mereka mendapat keuntungan yang besar secara “gratis."

“Jika margin per porsi diambil 2.000 rupiah dan satu SPG melayani 3.000 rupiah porsi, maka per-bulan keuntungan yang diperoleh sebesar IDR 150 Juta atau IDR 1,8 Miliar per-tahun,

secara nasional margin 2.000 rupiah dari 15.000 rupiah atau sekitar 13% merupakan suatu jumlah yang besar.

Karenanya implementasi MBG dengan memberikan tunai kepada siswa akan mampu menekan dan menghilangkan kebocoran/keuntungan pemburu rente sebesar IDR 33,3 triliun, 

Saya kira masih belum terlambat dan ajakan saya; mari kita perpendek rantai distribusi MBG agar lebih efektif dan hilangkan cara-cara kotor memburu rente,

Jadikan MBG benar-benar sebagai Makan Bergizi Gratis bagi siswa."|Agus Sartono (Akademisi)

cukup tahu • "Berburu Rente" adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks ekonomi dan politik. 

Rente sendiri merujuk pada keuntungan yang diperoleh tanpa adanya kontribusi produktif, seringkali melalui manipulasi atau eksploitasi sumber daya atau kekuasaan.

Dalam arti luas, "berburu rente" (disebut juga rent-seeking) adalah tindakan mencari keuntungan ekonomi atau politik dengan cara mempengaruhi aturan, regulasi atau kebijakan pemerintah untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, tanpa menciptakan nilai tambah dalam ekonomi. 

Ini sering kali melibatkan praktik seperti; lobi, suap atau monopoli.

BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.

Informasi Artikel:

| Konteks: Kesehatan, Pendidikan, Keuangan, 

| Penulis: AN

| Sumber: FEB UGM, 

| Penerbit: Kupang TIMES

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®