Edisi: 1.165
Halaman 5
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - Gaya hidup mewah Keluarga Pejabat Nepal yang diunggah di media sosial membuat marah masyarakat hingga memicu demonstrasi massal.
Nepal diguncang demonstrasi berdarah yang melengserkan Perdana Menteri Sharma Oli.
Demonstran membakar sejumlah gedung pemerintah termasuk gedung parlemen.
Sebanyak 22 orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka akibat bentrokan dengan Aparat Polisi.
"mengingat situasi yang tidak menguntungkan di negara ini,
saya telah mengundurkan diri efektif hari ini, untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan membantu menyelesaikannya secara politis sesuai dengan konstitusi."|Sharma Oli (PM Nepal) dalam suratnya kepada Presiden Nepal, Ramchandra Paudel, Selasa, (09/09/25) usai pemerintahannya disalahkan atas pecahnya kerusuhan paling berdarah dalam satu dekade.
Apa Penyebab Demonstrasi di Nepal.?
Gaya Hidup Mewah Anak Pejabat,
dilansir dari Al Jazeera, pemicu utama protes ini adalah berkembangnya persepsi bahwa; keluarga-keluarga elite penguasa menjalani kehidupan yang mewah di Nepal, negara yang miskin.
akibatnya terjadi kesenjangan yang dalam antara kelompok kaya dan miskin.
di media sosial Nepal, istilah "Nepo Kids" menjadi viral beberapa minggu menjelang aksi protes hari Senin, (08/09/25) Nepo Kids merupakan plesetan dari Nepotisme.
Istilah tersebut, umumnya digunakan untuk merujuk pada anak-anak pejabat tinggi pemerintah dan menteri.
Pejabat pemerintah dan politisi Nepal telah lama menghadapi tuduhan korupsi dan ketidakjelasan mengenai bagaimana uang publik dibelanjakan.
Sebagian dari dana publik, dicurigai digunakan untuk mendanai gaya hidup mewah yang dinikmati keluarga para pejabat.
Padahal gaji resmi pejabat di Nepal tergolong kecil.
Beberapa video di platform media sosial seperti; TikTok dan Instagram menunjukkan kerabat pejabat pemerintah dan menteri bepergian atau berpose di samping mobil mahal.
mereka juga mengenakan pakaian bermerek dari desainer ternama.
"Kemarahan atas 'anak-anak nepo' di Nepal mencerminkan frustrasi publik yang mendalam."|Yog Raj Lamichhane, asisten Profesor di Sekolah Bisnis Universitas Pokhara Nepal.
yang mengejutkan masyarakat Nepal adalah bagaimana para elit politik, orang tua dari anak-anak nepo, yang dulu hidup sederhana sebagai pekerja partai, kini memamerkan gaya hidup mewah layaknya Crazy Rich.
dari gaya hidup hedon itulah, para pengunjuk rasa menuntut pembentukan komisi investigasi khusus, untuk menyelidiki secara menyeluruh sumber kekayaan para politisi dan keluarganya.
Penyelidikan dilakukan karena kekhawatiran yang lebih luas tentang korupsi dan kesenjangan ekonomi di Negara Gunung Everest itu.
awal pekan ini, sebuah video di TikTok menampilkan foto Sayuj Parajuli, putra eks Ketua Mahkamah Agung Nepal, Gopal Parajuli, berpose di samping mobil dan restoran mewah.
"dia (Sayuj) secara terang-terangan memamerkan mobil dan jam tangan mewah di media sosial,
bukankah kita sudah bosan dengan semua itu.?"|tulis Keterangan Video.
video lain menunjukkan gambar serupa dari Saugat Thapa, putra dari Menteri Hukum dan Urusan Parlemen Nepal, Bindu Kumar Thapa, di Pemerintahan Oli.
Ketimpangan di Nepal antara Si Kaya dan Miskin,
Jurang antara orang Kaya dan Miskin di Nepal amat dalam.
Pendapatan per-kapita tahunan Nepal, yang sekitar USD 1.400 atau setara IDR 23 Juta, merupakan terendah di Asia Selatan.
tingkat kemiskinan negara Nepal, secara konsisten berada di atas 20% dalam beberapa tahun terakhir.
Pengangguran di kalangan pemuda di Nepal telah menjadi tantangan besar.
Persentase pemuda Nepal yang menganggur dan tidak mengenyam pendidikan mencapai 32,6% pada 2024, dibandingkan dengan 23,5% di negara tetangganya India, menurut data Bank Dunia.
akibatnya, sekitar 7,5% penduduk negara Nepal tinggal di luar negeri pada 2021.
Sebagai perbandingan, sekitar 1% penduduk India tinggal di luar negeri.
Pada tahun 2022, sekitar 3,2% penduduk Pakistan berada di luar negeri.
Perekonomian Nepal sangat bergantung pada kiriman uang dari warganya yang bekerja di luar negeri.
Pada 2024, kiriman uang pribadi yang diterima mencapai 33,1% dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut, salah satu yang tertinggi di dunia, setelah Tonga.
Kepemilikan lahan di Nepal juga tetap timpang, meskipun ada upaya reformasi lahan.
Sekitar 10% rumah tangga teratas memiliki lebih dari 40% lahan, sementara sebagian besar penduduk miskin pedesaan tidak memiliki lahan atau bisa dibilang hampir tidak memiliki lahan.
Korupsi, Inflasi dan Pengangguran Memicu Depresi,
menurut berbagai sumber yang dilansir dari News18, seperti; Bangladesh, Nepal juga mengalami "depresi digital" akibat korupsi, inflasi, pengangguran dan politik dinasti.
Para analis mencatat bahwa; diaspora Nepal memainkan peran penting.
"Sebagaimana jaringan luar negeri Bangladesh memperkuat pesan antikorupsi, diaspora Nepal dan asosiasi internasional memperkuat narasi antikorupsi."|intelijen senior (Rahasia)
Jaringan-jaringan tersebut, memperkuat momentum protes di dalam negeri dengan terus-menerus menyulut ketidakpuasan melalui kanal media sosial.
Sumber-sumber menekankan bahwa; pola eskalasinya identik.
"di Bangladesh, aktivisme digital dengan cepat menyebar ke jalanan, yang menyebabkan mobilisasi besar-besaran,
Nepal mengikuti jejak yang sama, dengan para influencer media sosial dan jaringan aktivis yang memperkuat keluhan kaum muda."|intelijen senior (Rahasia)
Intelijen, mengkonfirmasi bahwa; benang merahnya adalah Generasi Z yang kecewa dengan privilese elit dan korupsi sistemik.
Perkembangan terkini di parlemen Nepal semakin memperparah krisis.
"tanda-tanda eskalasi yang ditunjukkan oleh 21 anggota parlemen dari Partai Rastriya Swatantra pimpinan Rabi Lamichhane sebanding dengan aksi mogok oposisi di Bangladesh yang memperdalam pertanyaan tentang legitimasi parlemen."|intelijen senior (Rahasia)
Intelijen, berpandangan bahwa; kebuntuan di parlemen tersebut, menjadi titik api bagi mobilisasi massa yang lebih luas.
Inti dari kedua gerakan tersebut adalah Kemarahan Antar-Generasi.
"di Dhaka dan Kathmandu, kaum muda memandang kelas politik sebagai korup dan egois, serta enggan mengatasi inflasi atau pengangguran."|intelijen senior (Rahasia)
Intelijen, mengatakan, sumber-sumber memperingatkan bahwa; kebencian semacam itu, jika tidak ditangani, berisiko meruntuhkan sistem kepartaian tradisional.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Politik, Hukum, Sosial,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: News18, World Bank, BBC Nepali,
| Penerbit: Kupang TIMES