Edisi: 1.225
Halaman 2
Integritas |Independen |Kredibel
KUPANG TIMES - Pegiat anti-korupsi hingga akademisi memberikan kritikan keras, terkait pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden RI, Prabowo Subianto kepada dua terdakwa kasus dugaan korupsi, yakni; Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto dan eks Menteri Perdagangan RI, Periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
Amnesti adalah hak Presiden, untuk memberikan ampunan kepada pelaku pidana.
Abolisi adalah hak Kepala Negara, untuk menghapus penuntutan /atau penjatuhan putusan terhadap pelaku pidana.
dalam pemberian Amnesti dan Abolisi, Presiden harus berbicara dengan DPR-RI.
Pandangan Feri Amsari,
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai, Hukum sedang dipermainkan.
pemberian amnesti dan abolisi sebagai konsekuensi dari peradilan politis.
"Hukum sedang dipermainkan,
Kalau mau memaafkan Hasto dan Tom kenapa harus begini amat: drama di pengadilan dulu,
Kenapa enggak sedari awal saja.!
bukankah Kepolisian, Kejaksaan dan KPK di bawah Presiden."|Feri (akademisi) saat dikonfirmasi, Jum'at, (01/08/25).
Feri, melihat, keputusan yang diterbitkan Presiden RI, Prabowo Subianto, tidak hanya menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan, tetapi juga bagi isu peradilan yang sehat.
"Ini kesempatan para politisi memanfaatkan situasi,
Jadi, ujung-ujungnya orang capek dengan segala drama peradilannya, tapi nanti akan ada pahlawan politiknya di belakang layar."|Feri (akademisi)
Pandangan Herdiansyah Hamzah 'Castro'
Sementara itu, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah 'Castro' mengatakan keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto, memberikan, amnesti dan abolisi dalam perkara korupsi, merupakan, tindakan yang keliru dan harus dikritik.
Castro, mengatakan, alasan yang disampaikan pemerintah melalui Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, yang mengatakan bahwa; pemberian pengampunan terhadap Hasto dan Tom untuk menjaga persatuan adalah tidak beralasan.
"Amnesti dan Abolisi seolah-olah dijadikan alat kompromi politik."|Castro (akademisi)
Castro, menjelaskan, pemberian amnesti dan abolisi tersebut berbeda konteks dengan era pasca-Orde Baru (Orba), di mana banyak tahanan politik yang mendapat pengampunan dari Presiden Ke-3 RI, B.J. Habibie.
"beda konteksnya jika kita lihat ke belakang pada masa Orde Baru, tahanan-tahanan politik kemudian diberikan amnesti oleh: Presiden Habibie,
Mochtar Pakpahan, Sri Bintang dan sebagainya, karena memang itu adalah tahanan politik,
ini perkara korupsi loh ya.. Itu mesti ditegaskan.. Ini perkara korupsi,
dan rasanya belum ada tuh perkara korupsi yang diberikan amnesti dan abolisi, mengingat, derajat yang dilakukan.. Jadi, keliru itu."|Castro (akademisi)
Castro, menilai, keputusan yang diambil Presiden RI, Prabowo Subianto, akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan.
langkah tersebut akan melemahkan komitmen dari gerakan melawan korupsi.
"Itu jelas akan melemahkan komitmen dari gerakan kita untuk melawan kejahatan korupsi."|Castro (akademisi)
Castro, mengatakan, apabila Hasto dan Tom merasa apa yang diperjuangkannya selama ini berada di jalan kebenaran, maka semestinya pemberian amnesti dan abolisi tersebut ditolak saja.
"mestinya mereka menolak amnesti dan abolisi,
terus perjuangkan apa yang diyakini benar itu."|Castro (akademisi)
Pandangan Novel Baswedan,
eks Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kecewa, karena amnesti dan abolisi digunakan Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk memberi pengampunan terhadap terdakwa kasus tindak pidana korupsi.
"Saya prihatin dan kecewa ketika mendengar amnesti dan abolisi digunakan pada perkara tindak pidana korupsi."|Novel (eks Penyidik KPK), dalam pesan tertulis, Jum'at, (01/08/25)
Novel, mengingatkan, tindak pidana korupsi, adalah Kejahatan yang serius dan merupakan, Pengkhianatan terhadap Kepentingan Negara.
ketika penyelesaian kasus korupsi dilakukan secara politis, maka akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan.
terlebih, amnesti dan abolisi tersebut diberikan di tengah praktik korupsi yang semakin parah dan KPK sedang dilumpuhkan.
Novel, menilai, teruntuk kasus Tom Lembong, seharusnya pengadilan menjatuhkan putusan bebas, karena tidak ditemukan fakta perbuatan dan bukti yang layak.
apalagi, tuduhan perbuatan korupsi dalam impor gula tidak ada kausalitas dengan kerugian negara yang dipersoalkan.
"Karena ketika proses Penegakan Hukum yang tidak benar dibiarkan akan menjadi ancaman bagi para pejabat negara maupun perusahaan negara dalam mengambil kebijakan/keputusan yang dilakukan dengan iktikad baik dan mengikuti prinsip-prinsip good corporate governance."|Novel (eks Penyidik KPK)
Novel, mengatakan, sementara untuk kasus dugaan suap Hasto, perkara tersebut merupakan rangkaian perbuatan dari beberapa kejahatan yang dilakukan bahkan melibatkan beberapa orang, baik yang sudah dihukum maupun yang sedang dalam pelarian (buron).
Novel, menyayangkan, alih-alih mendorong, supaya perkara besar yang diduga terjadi sebelum kejahatan suap dilakukan, tetapi Hasto malah diberikan pengampunan /atau amnesti.
"dari penjelasan saya di atas, tentu langkah memberikan amnesti dan abolisi tidak sesuai dengan pidato Presiden yang akan menyikat habis praktik korupsi,
Justru ini akan membuat kesan pemberantasan korupsi tidak mendapat tempat atau dukungan dari pemerintah dan DPR."|Novel (eks Penyidik KPK)
Pandangan IM57+ Institute,
Lembaga Indonesia Memanggil (IM57+) Institute yang didirikan para mantan pegawai KPK, menilai, pemberian amnesti dan abolisi pada terdakwa korupsi Hasto dan Tom Lembong adalah sebuah upaya mengakali Hukum.
"Ini adalah bentuk terang benderangnya upaya mengakali hukum yang berlaku."|Lakso Anindito (Ketua IM57+ Institute), dalam pesan tertulis, Kamis, (31/07/25).
Lakso, mengatakan, pemberian amnesti dan abolisi terhadap terdakwa kasus korupsi sangat berbahaya.
Penyelesaian kasus korupsi pada akhirnya dilakukan melalui kesepakatan politik dalam meja negosiasi yang mengkhianati rakyat.
"Ini bisa menjadi preseden buruk bagi proses Penegakan Hukum di negeri ini dan merupakan pengkhianatan atas janji pemberantasan korupsi yang diungkap oleh Presiden sendiri,
Ke depan, politisi tidak akan takut melakukan korupsi karena penyelesaian dapat dilakukan melalui kesepakatan politik."|Lakso Anindito (Ketua IM57+ Institute),
Lakso, menyerukan, masyarakat luas menolak keputusan Presiden memberi amnesti dan abolisi terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi.
"tindakan ini harus ditolak secara masif,
apabila dibiarkan.. akan berakibat pada runtuhnya bangunan rule of law dan bergantinya menjadi rule by law atas proses penegakan hukum di negeri ini."|Lakso Anindito (Ketua IM57+ Institute),
Lakso, menyindir, keputusan memberi amnesti dan abolisi tersebut, sangat bertentangan dengan klaim komitmen pemberantasan tindak pidana korupsi yang sering digaungkan oleh Presiden Prabowo.
"Ini menandakan Presiden sama sekali tidak memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi dan hanya omon-omon saja,
di tengah upaya serius KPK dalam membongkar kasus yang menjadi tunggakan.. Presiden malah memilih mengampuni."|Lakso Anindito (Ketua IM57+ Institute),
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Hukum,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Feri Amsari, Castro, Novel Baswedan, Lakso Anindito,
| Penerbit: Kupang TIMES
