sudah Efisiensi, Defisit Anggaran MALAH makin Membesar.? Hmm..

Edisi: 1.202
Halaman 1
Integritas |Independen |Kredibel

      Potret: MSI|Properti

JAKARTA, KUPANG TIMES - 'Defisit APBN tahun 2025 menjadi IDR 662 Triliun, hampir 3%.'

Buat apa Efisiensi.?

'Besar Pasak dari pada Tiang.!'

tidak ada pepatah yang tepat, untuk menggambarkan pengelolaan anggaran Indonesia di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani saat ini. 

Belanja Besar, Utang Besar, tapi pemasukan serba sedikit. 

Pemasukan tetap pun kini berpindah pembukuannya.

Akibatnya, seperti yang disampaikan Sri Mulyani Indrawati kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, (01/07/25) defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diperkirakan IDR 662 Triliun /atau setara dengan 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka tersebut, makin melebar dari target awal pemerintah untuk menjaga defisit APBN sebesar IDR 616 Triliun /atau 2,53% dari PDB sebagaimana tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2025.

Sri Mulyani, mengatakan, penambahan defisit tersebut, akibat perlambatan penerimaan negara pada kuartal pertama 2025. 

"Kami cukup mendapatkan tekanan dari sisi pendapatan negara karena beberapa hal, seperti pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak jadi dipungut dan dividen badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak dibayarkan karena sekarang dipegang Danantara."|Sri Mulyani (Menkeu RI) dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR-RI, Selasa, (01/07/25)

Penerimaan pajak tahun 2025, diperkirakan, hanya IDR 2.076,9 Triliun. 

Angka tersebut, lebih rendah IDR 112,4 Triliun dibanding target pada APBN sebesar IDR 2.189,3 Triliun.

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai, diproyeksikan, naik dari target APBN sebesar IDR 301,6 Triliun menjadi IDR 310,4 Triliun. 

Namun, penerimaan perpajakan 2025 tetap diproyeksikan turun IDR 103,6 Triliun dari IDR 2.490,9 Triliun menjadi IDR 2.387,3 Triliun.

Karena itu, meski terjadi efisiensi /atau pemangkasan anggaran lebih dari IDR 300 Triliun di banyak Kementerian dan Lembaga Negara, Penerimaan Negara yang berkurang membuat defisit tetap besar.

Sri Mulyani, berdalih, penurunan Penerimaan Negara dipicu berbagai faktor, seperti; melemahnya harga minyak mentah Indonesia (ICP), pengalihan dividen BUMN ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). 

ditambah penerapan PPN secara terbatas atas barang mewah.

               Grafis: TCO|Properti 

dari sisi belanja, kendati ada program efisiensi, belanja pemerintah pusat justru naik, karena program-program pemerintah yang membutuhkan anggaran besar, seperti; makan bergizi gratis • sekolah rakyat dan penguatan ketahanan pangan. 

hingga akhir tahun, belanja negara diperkirakan sebesar IDR 3.527 Triliun. 

angka tersebut, terdiri dari; belanja pemerintah pusat IDR 2.663 Triliun dan Transfer ke Daerah IDR 864,1 Triliun.

untuk membiayai defisit APBN, Sri Mulyani, meminta, persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebanyak IDR 85,6 Triliun. 

meski demikian, kenaikan defisit anggaran tetap akan ditutup sebagian besar dengan penerbitan surat utang negara, baik dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) domestik maupun global.

tanpa kritikan dan protes berarti, Badan Anggaran DPR-RI menyetujui penggunaan SAL untuk mengurangi surat utang membiayai APBN ke depan. 

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR-RI, Wihadi Wiyanto, mengatakan, keputusan tersebut mengacu pada rapat Panja Perumus Kesimpulan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025.

penggunaan SAL tidak menjadi masalah, selama digunakan untuk menekan defisit, terutama di tengah gejolak pasar global saat ini. Apalagi, penerbitan utang tidak bisa terus diperbesar. 

meski begitu, Wihadi, menekankan, pentingnya menggenjot Penerimaan Negara agar tercukupinya APBN 2025 di sisa waktu yang ada.


sebelumnya, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memproyeksikan defisit anggaran Indonesia akan meningkat dari 2,3% menjadi 2,8% terhadap PDB pada 2025. 

dalam economic outlook edisi Juni 2025, OECD, mengatakan, program makan bergizi gratis, hilangnya potensi pendapatan akibat diskon tarif listrik dan pembentukan Danantara akan memberikan tekanan tambahan terhadap anggaran sekitar 1,6% dari PDB.

tekanan tersebut akan dikompensasi oleh pemotongan belanja secara menyeluruh sekitar 1,3% dari PDB. 

sehingga defisit anggaran tetap berada di bawah batas maksimal 3% dari PDB sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang.

OECD menilai, meskipun defisit anggaran diperkirakan meningkat, kebijakan fiskal Indonesia pada 2025 tetap akan bersifat netral. 

sebab, hanya sebagian dana yang dialokasikan ke Danantara yang akan benar-benar dibelanjakan pada tahun tersebut.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan, menaikkan defisit APBN merupakan langkah countercyclical pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat. 

Kebijakan tersebut, dirancang, supaya perekonomian domestik lebih tahan terhadap tekanan eksternal, seperti; volatilitas pasar keuangan, risiko stagflasi dan ketegangan geopolitik yang makin kompleks.

Namun, Josua, mengingatkan, penambahan defisit bukan tanpa risiko. 

“Defisit yang berkepanjangan berisiko menambah beban utang negara dan menimbulkan tekanan terhadap keberlanjutan fiskal, terutama jika pemulihan penerimaan pajak tidak berjalan optimal."|Josua (Ekonom Permata Bank) dikutip dari TCO, Selasa, (01/07/25).

Josua, menjelaskan, penambahan defisit bisa mempengaruhi persepsi investor terhadap risiko fiskal Indonesia, khususnya di tengah tren suku bunga global yang tinggi dan potensi keluarnya aliran modal asing. 

Apabila pelebaran defisit tidak diimbangi dengan perbaikan efektivitas dan efisiensi belanja negara, risiko persepsi sovereign risk di mata investor akan makin besar. 

Karena itu, Josua, menekankan, pentingnya pemerintah menjaga kredibilitas fiskal dengan kebijakan yang hati-hati, fleksibel dan terukur, supaya utang tetap dikelola dalam batas aman.

selain itu, Josua, menilai, ruang fiskal pemerintah makin terbatas, karena defisit mendekati ambang maksimal 3% PDB sebagaimana diatur undang-undang. 

sementara itu, komposisi pembiayaan yang mengandalkan penerbitan SBN dan penggunaan SAL relatif aman dalam jangka pendek, berkat kuatnya permintaan domestik serta arus masuk investor asing.


Ekonom Center of Economic and Law Studies, Nailul Huda, memperingatkan, penambahan defisit APBN 2025 akan berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan pembiayaan melalui utang. 

dalam situasi ekonomi global yang tidak menentu, biaya penerbitan utang menjadi makin mahal, karena investor menuntut imbal hasil yang lebih tinggi.

Akibatnya, pembayaran bunga utang akan terus menggerus APBN, yang saat ini saja telah mengalokasikan sekitar 15% anggaran hanya untuk bunga utang. 

“tidak ada ruang fiskal yang cukup untuk program pembangunan nasional."|Nailul (Ekonom CELS) dikutip dari TCO, Kamis, (03/07/25) 

Nailul, mengatakan, saat ini pembayaran utang mencapai IDR 450-500 Triliun, lebih besar dibanding alokasi untuk program sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. 

Situasi ini membuat ruang fiskal untuk pembangunan ekonomi makin sempit dan mendorong ketergantungan pada utang baru untuk membayar utang lama. 

Walhasil, kemampuan pemerintah dalam mengelola kewajiban fiskal jangka panjang akan memburuk. 

ada juga penurunan minat investor terhadap SBN akibat margin imbal hasil yang makin tipis. 

dengan suku bunga acuan Bank Indonesia 5,5%, obligasi jangka pendek pemerintah hanya menawarkan imbal hasil 6,5%, sedangkan obligasi jangka panjang 7%.

dalam kondisi seperti ini, investor akan cenderung memilih instrumen perbankan, seperti; deposito. 

Akibatnya, pemerintah terpaksa menaikkan tingkat bunga SBN untuk menarik pembeli. 

Nailul, menekankan, solusi jangka panjang perlu difokuskan pada perbaikan kualitas penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan sebagai sumber utama. 

Nailul, menilai, saat ini belum ada kebijakan yang efektif meningkatkan penerimaan tanpa menaikkan tarif. 

Padahal langkah tersebut tidak sejalan dengan kondisi ekonomi yang sedang melemah. 

BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.

Informasi Artikel:

| Konteks: Keuangan, Perpajakan, Ekonomi, 

| Penulis: W.J.B

| Sumber: Kemenkeu RI, Banggar DPR-RI, 

| Penerbit: Kupang TIMES

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®