Edisi: 1035
Halaman 2
Integritas |Independen |Kredibel
ARGENTINA, KUPANG TIMES - Pemerintah Argentina berhasil mencatat surplus anggaran di tahun pertama kepemimpinan Presiden, Javier Milei di tahun 2024.
Pencapaian tersebut, belum pernah terjadi selama lebih dari satu dekade di sektor ekonomi Argentina yang rawan defisit.
Kementerian Ekonomi Argentina, mencatat, surplus anggaran negara mencapai 1,76 Triliun Peso /atau IDR 27,3 Triliun /atau 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang tahun 2024.
sementara itu, saldo fiskal primer, yang tidak termasuk pembayaran utang, mencapai surplus sebesar 10,41 Triliun Peso /atau IDR 161,9 Triliun /atau 1,8% dari PDB.
“Defisit Nol adalah Kenyataan,
Janji-janji telah terpenuhi.”|Javier Milei (Presiden Argentina) dikutip dari Reuters.
Prestasi yang menjadi Janji Politik Milei tersebut, berhasil didapat setelah pemerintah memecat lebih dari 30 Ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak produktif dan berkontribusi, untuk Negara.
selain itu, pencapaian tersebut, juga didapat, usai Milei menghentikan hampir semua proyek pekerjaan umum dan transfer ke provinsi-provinsi di negara tersebut sejak menjabat sebagai Presiden Argentina.
Milei, juga memangkas pengeluaran untuk pensiun dan gaji ASN, mengurangi ketergantungan negara pada subsidi energi dan transportasi yang murah.
Milei, mencapai surplus anggaran drastis tersebut, meskipun hanya memiliki minoritas tipis di kedua majelis Kongres, bahkan dirinya memveto dua rancangan undang-undang yang disahkan dengan margin besar yang akan meningkatkan pengeluaran untuk pensiun dan pendidikan tinggi tahun lalu.
Berikut, 5 (Lima) Penyebab Utama, hal tersebut bisa terjadi, antara lain:
1. Defisit Anggaran Argentina,
Argentina sering mengalami defisit anggaran, karena kombinasi berbagai faktor struktural, ekonomi, dan politik yang telah membentuk pola pengeluaran dan pendapatan negara, selama bertahun-tahun.
Argentina secara historis mengalokasikan anggaran besar untuk subsidi energi, transportasi, dan kebutuhan pokok, serta membiayai sektor publik yang gemuk dengan jumlah ASN yang sangat tinggi.
2. Pendapatan yang Rentan,
Basis pajak yang lemah, penghindaran pajak yang merajalela, serta ketergantungan pada ekspor komoditas membuat pendapatan negara tidak stabil, terutama saat harga global turun.
3. Krisis Utang Berulang,
Beban utang luar negeri yang besar, terutama dalam mata uang asing, sering kali melonjak saat peso terdevaluasi, memperparah tekanan fiskal melalui pembayaran bunga utang.
4. Inflasi Kronis,
Lonjakan inflasi yang terus-menerus meningkatkan biaya belanja negara, termasuk upah dan subsidi, namun, penerimaan tidak dapat mengimbangi kenaikan ini.
5. Kebijakan Populis,
Kebijakan populis seperti subsidi besar-besaran dan program sosial untuk menjaga dukungan politik sering kali diambil tanpa memperhatikan kemampuan anggaran negara.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Politik, Hukum, Keuangan, Ekonomi,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Reuters, DW,
| Penerbit: Kupang TIMES