Edisi: 1.206
Halaman 2
Integritas |Independen |Kredibel
Potret: Humas MK|Properti
KUPANG TIMES - Mahkamah Konstitusi membatalkan kewajiban izin Jaksa Agung, jika aparatur hukum hendak memeriksa jaksa bermasalah. • Jalan baru transparansi.!
sederhananya begini:
• Mahkamah Konstitusi membatasi kewenangan jaksa agung memberi izin pemeriksaan jaksa bermasalah.
• Putusan ini lahir dari gugatan masyarakat sipil yang menilai jaksa kebal hukum.
• KPK dan Polisi punya ruang lebih leluasa memeriksa Jaksa tanpa tersandera birokrasi Kejaksaan.
ada masa ketika keadilan bisa berhenti di meja seorang pejabat. • sebuah perkara yang telah ditelusuri penyidik mendadak macet, bukan karena bukti kurang, melainkan izin pemeriksaan tidak juga terbit dari Kantor Jaksa Agung.
di titik itu, hukum kehilangan daya geraknya, tertahan oleh tanda tangan pejabat.
selama bertahun-tahun, aturan internal Kejaksaan Agung mengharuskan penyidik, baik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Polisi, meminta izin Jaksa Agung sebelum memeriksa Jaksa yang diduga terlibat pelanggaran Pidana.
Ketentuan tersebut, diklaim sebagai bentuk pengawasan internal untuk melindungi aparat dari kriminalisasi.
pada praktiknya, izin tersebut, lebih sering menjadi dinding pelindung bagi segelintir jaksa bermasalah.
beberapa kasus korupsi yang melibatkan Jaksa daerah pun berhenti tanpa kejelasan akibat ketentuan tersebut.
pekan ini, Mahkamah Konstitusi membongkar tembok itu.
dalam putusan atas perkara Nomor 15/PUU-XXIII/2025 yang diajukan Agus Setiawan, Sulaiman, dan Perhimpunan Pemuda Madani, MK menyatakan Izin Jaksa Agung untuk memeriksa jaksa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Majelis Hakim Konstitusi, menilai, kewenangan itu menciptakan ketimpangan di hadapan hukum dan berpotensi menghalangi peradilan yang adil.
Putusan tersebut menandai perubahan penting dalam tata kelola penegakan hukum.
dengan hilangnya keharusan mendapatkan izin, penyidikan terhadap Jaksa dapat dilakukan tanpa restu birokrasi.
Ruang bagi KPK dan Polisi menyidik Jaksa lebih terbuka, terutama dalam kasus yang selama ini sensitif serta rawan konflik kepentingan.
secara konstitusional, Mahkamah Konstitusi, menegaskan, setiap warga negara, termasuk Jaksa, setara di hadapan hukum.
Namun, perjalanan belum selesai. • Pelaksanaan putusan MK membutuhkan komitmen lembaga penegak hukum terhadap prinsip kesetaraan tanpa gesekan. • Koordinasi dan rasa saling percaya antar lembaga menjadi kunci, agar semangat putusan tersebut, tidak berubah menjadi arena perebutan kewenangan baru.
bagi Kejaksaan, putusan MK juga penting untuk menata ulang sistem pengawasan internal dan membangun transparansi.
Keterbukaan pemeriksaan Jaksa akan memperkuat kepercayaan publik kepada institusi penuntut umum.
Bisakah Putusan MK sedikit memperbaiki wajah bopeng penegakan hukum di Indonesia.?
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Hukum,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Humas Mahkamah Konstitusi,
| Penerbit: Kupang TIMES