Edisi: 1.134
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - Tranding Topic di platform media sosial, Pemerintah akan memungut Pajak Penghasilan (PPh) kepada Pekerja Seks Komersial (PSK).
benarkah Kabar tersebut.? cermati Pengertian PPh secara resmi.!
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI, menanggapi soal kabar yang viral di media sosial, bahwa; PSK akan dikenakan PPh.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, membantah kabar tersebut.
Rosmauli, menegaskan, DJP tidak mengenakan pajak bagi PSK.
"tidak ada kebijakan khusus untuk memungut pajak dari pekerja seks komersial."|Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, dikutip dari Kompas.com, Sabtu, (09/08/25).
Rosmauli, menjelaskan, kabar tersebut terpublikasi dari pernyataan mantan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Mekar Satria Utama yang diangkat kembali oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Padahal ketika memberikan pernyataan terkait hal itu, Satria tengah menjelaskan unsur subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
"Pernyataan tersebut bukan pengumuman kebijakan, dan konteksnya tidak relevan."|Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP
Rosmauli, menyayangkan kabar yang menyesatkan ini, menjadi viral di media sosial, karena dapat menyesatkan masyarakat.
Rosmauli, meminta, akun media sosial yang mengunggah kabar tersebut untuk lebih berhati-hati dalam membagikan berita dengan memperhatikan relevansi dan keakuratan sumber informasi agar tidak menimbulkan kebingungan publik.
"Kami mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa kebenaran informasi melalui kanal resmi Kementerian Keuangan dan DJP /atau sumber berita yang tepercaya serta tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan."|Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP,
cukup tahu • salah satu akun media sosial yang mengunggah kabar tersebut, memposting Kemenkeu RI, mengumumkan, PSK akan dikenakan PPh.
Karena, kegiatan apapun yang menghasilkan uang, seperti; prostitusi menjadi obyek pungutan pajak.
akun tersebut, menyertakan, kutipan pernyataan dari Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu RI, Mekar Satria Utama, untuk memvalidasi kabar tersebut.
padahal saat ini Mekar Satria Utama, tidak lagi menjabat sebagai Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu RI.
Mengenal PPh,
Melansir website resmi Ditjen Pajak, PPh adalah salah satu jenis pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui Ditjen Pajak. PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi /atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
dengan demikian, maka penghasilan itu, dapat berupa; keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah dan lain sebagainya.
PPh terdiri dari berbagai Jenis • salah satunya adalah PPh Pasal 21.
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai
Pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah orang pribadi ataupun badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan, atau unit perusahaan yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apa pun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan.
dalam pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari kewajiban memotong pajak.
yang dimaksud dengan “pembayaran lain” adalah pembayaran dengan nama apa pun selain gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain, seperti bonus, gratifikasi, dan tantiem.
yang dimaksud dengan “bukan pegawai” adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya; artis yang menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja.
2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa /atau kegiatan;
bendahara pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi /atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
yang termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
Yang termasuk “badan lain," misalnya; badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang membayarkan uang pensiun, tunjangan hari tua, tabungan hari tua dan pembayaran lain yang sejenis dengan nama apa pun.
yang termasuk dalam pengertian uang pensiun atau pembayaran lain adalah tunjangan-tunjangan baik yang dibayarkan secara berkala ataupun tidak yang dibayarkan kepada penerima pensiun, penerima tunjangan hari tua dan penerima tabungan hari tua
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
Yang termasuk dalam pengertian badan adalah organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan ayat (2).
Yang termasuk tenaga ahli orang pribadi, misalnya; dokter, pengacara, dan akuntan, yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah atau penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
dalam pengertian penyelenggara kegiatan termasuk antara lain badan, badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan.
Kegiatan yang diselenggarakan, misalnya kegiatan olahraga, keagamaan, dan kesenian.
Kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak.
Bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
dalam pengertian iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.
Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima tunjangan hari tua atau tabungan hari tua.
Besarnya penghasilan yang dipotong pajak bagi pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian penghasilan yang tidak dikenai pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, dengan memerhatikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku.
Tarif pemotongan atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain; menunjukkan kartu NPWP.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Pajak, Hukum, Keuangan,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Kemenkeu RI,
| Penerbit: Kupang TIMES