Edisi: 1.136
Halaman 1
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - Penjelasan BPS dan pandangan ekonom tentang perbedaan mencolok data kemiskinan antara data Bank Dunia dan data BPS.
Data kemiskinan yang diterbitkan oleh Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) memiliki perbedaan yang besar.
dilansir dari laporan Macro Poverty Outlook yang dirilis April 2025, Bank Dunia (World Bank) mencatat sebanyak 60,3% /atau 171,8 Juta Jiwa rakyat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan.
sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka Kemiskinan Indonesia per September 2024 hanya sebesar 8,57% /atau sekitar 24,06 Juta Jiwa rakyat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan.
Ekonom senior dari Bright Institute, Awalil Rizky, memberikan penilaiannya terhadap perbedaan kedua data kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS.
Awalil, mengatakan, pendekatan BPS lebih bisa menggambarkan kondisi Indonesia, sedangkan ukuran Bank Dunia lebih berguna untuk melihat perbandingan antar negara.
“tentu saja, ukuran BPS masih perlu diperbaiki dan kemungkinan memang (garis kemiskinan) perlu lebih tinggi dari saat ini."|Awalil (Ekonom), dalam keterangan tertulis, Sabtu, (03/05/25).
adapun Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan, data Bank Dunia tidak bertentangan.
“Perbedaan muncul disebabkan adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dan untuk tujuan yang berbeda."|Amalia (Plt. Kepala BPS RI), dalam keterangan resmi, Jum'at, (2/05/25)
Bank Dunia: 'Standar Global, Fokus Perbandingan antar Negara.'
Amalia, mengatakan, Bank Dunia memiliki 3 (tiga) garis kemiskinan, untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara.
Ketiga garis tersebut, dihitung dalam satuan USD PPP /atau Purchasing Power Parity, yaitu; metode konversi yang menyesuaikan daya beli antar negara.
Jadi, nilai dolar yang dipakai bukan kurs nilai tukar yang berlaku saat ini, melainkan paritas daya beli.
Pada 2024, USD 1 PPP setara dengan IDR 5.993,03.
tiga garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia adalah sebagai berikut:
• International poverty line, yang ditetapkan sebesar US$ 2,15 PPP per kapita per hari.
Nilai tersebut, untuk mengukur tingkat kemiskinan ekstrem.
• Untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah, digunakan batas USD 3,65 PPP per-kapita per-hari.
• Bagi negara berpendapatan menengah atas, termasuk Indonesia saat ini, garis kemiskinannya adalah USD 6,85 PPP per-kapita per-hari.
melalui standar tersebut, Bank Dunia dapat membandingkan kondisi kemiskinan di berbagai negara secara adil, meskipun masing-masing negara memiliki tingkat harga dan daya beli yang berbeda.
BPS RI: 'Standar Nasional, Fokus Kondisi Lokal.'
di sisi lain, BPS RI menentukan garis kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar yang dikenal sebagai Cost of Basic Needs (CBN).
metode tersebut, menghitung jumlah uang minimum yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, baik makanan maupun kebutuhan non-makanan.
“oleh karenanya, garis kemiskinan yang dihitung oleh BPS dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia."|Amalia (Plt. Kepala BPS RI)
Amalia, mengatakan, sementara itu, angka kemiskinan versi Bank Dunia yang mencapai 60,3 persen didasarkan pada standar negara berpendapatan menengah atas, yaitu; USD 6,85 per-hari dalam nilai PPP.
Standar tersebut, diambil dari median garis kemiskinan di 37 negara dengan kategori serupa, sehingga tidak secara khusus menggambarkan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia.
Amalia, menjelaskan bahwa; Indonesia saat ini memang sudah masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah atas dengan Gross National Income (GNI) per kapita sekitar USD 4.870 pada 2023.
Namun, Indonesia baru saja naik ke kategori ini dan posisinya masih dekat dengan batas bawah; mengingat rentang GNI untuk kategori menengah atas adalah antara USD 4.516 hingga USD 14.005.
Masukan Penting dari Ekonom,
Dosen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Wisnu Nugroho, mengatakan bahwa; BPS RI perlu memperbarui garis kemiskinan agar lebih relevan dengan kondisi saat ini.
metode penghitungan kemiskinan yang digunakan BPS dengan pendekatan CBN masih memakai komponen komoditas yang sudah dipakai sejak 1998 dan sebaiknya ditambah.
Garis kemiskinan BPS dihitung berdasarkan kebutuhan dasar, berupa; asupan minimal 2.100 kilo-kalori serta kebutuhan non-makanan seperti rumah, pakaian, kesehatan, dan pendidikan.
misalnya; komponen makanan 2.100 kilo-kalori tersebut, perlu disesuaikan dengan pedoman gizi seimbang terbaru dari Kementerian Kesehatan.
“selama ini pemenuhan 2100 kilo-kalori yang jadi garis kemiskinan masih didominasi makanan pokok dan makanan yang tidak esensial bagi kesehatan."|Wisnu (Dosen UGM)
Wisnu, menilai, metode Bank Dunia menggunakan PPP guna mengukur kemiskinan juga menyimpan masalah.
Pasalnya, ada perbedaan preferensi dan harga pasar di setiap negara, sehingga walaupun bisa menggambarkan perbandingan global, data Bank Dunia tidak bisa menggambarkan aspek lokalitas dari masing-masing negara.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Ekonomi, Sosial,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: World Bank, BPS RI, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM,
| Penerbit: Kupang TIMES