Edisi: 794
Halaman 3
Integritas|Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - hampir dua tahun terakhir dan untuk kesekian kalinya Pemerintah Indonesia merayu Tesla, untuk berinvestasi di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.
BAHKAN Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, harus turun tangan, untuk melobi CEO Tesla, Elon Musk.
namun, sayang, upaya dan rayuan tersebut tidak membuahkan hasil hasil.
dan baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan dan mengungkapkan peluang investasi Tesla di Indonesia.
LBP, mengatakan, Elon Musk, menilai, pasar kendaraan listrik sedang lesu dan mempertimbangkan segala rencana investasi baru, dengan menunggu kestabilan ekonomi dunia dan geopolitik.
LBP, mengatakan, distribusi mobil listrik di China, pasar terbesar di dunia, sedang kelebihan distribusi.
LBP, juga mengatakan, Tesla sedang menghadapi tantangan persaingan harga, dengan mobil listrik asal China.
"Kelihatan EV China over-supply,"
"harga mobil listrik China lebih murah dari mereka (Tesla),"
"jadi dia (Elon Musk) masih menunggu beberapa waktu, untuk berpikir investasi di mana pun,"|LBP (Menko Marinves RI), usai bertemu Elon Musk di World Water Forum (WWF) Ke-10 di Bali, Senin, (20/05/24).
selain itu, pabrik Tesla di Meksiko dan Jerman, dikatakan LBP, sedang menjalani pengurangan produksi.
langkah tersebut, dikatakan LBP, Tesla mempertimbangkan kondisi pasar dunia.
LBP, tidak bisa memastikan, kapan investasi Tesla di Indonesia akan terealisasi.
Kendati, pasar Indonesia menurut Elon Musk, masih menjadi salah satu alternatif yang baik bagi Tesla.
"Jadi mereka masih mau melihat pasar dunia lebih tenang, nanti baru mereka akan masuk dan Indonesia saya kira akan menjadi alternatif yang sangat baik,"|LBP (Menko Marinves RI)
Elon Musk, pernah menyampaikan, minatnya, untuk berinvestasi di Indonesia, usai meresmikan layanan Starlink di Bali, Minggu, (19/05/24).
meski begitu, Elon Musk, tidak spesifik menjelaskan rencana investasi tersebut, dilakukan oleh perusahaan yang mana.
Pengusaha kelahiran Afrika Selatan itu, memimpin banyak perusahaan, termasuk SpaceX bidang Antariksa, media sosial X dan bidang Kesehatan Neurolink.
"Kami sepertinya bakal berinvestasi di Indonesia,"
"hari ini pengumuman tentang Starlink,"
"Jadi saya ingin memberikan pengumuman lebih lanjut di kesempatan lain,"
"Tapi saya kira akan sangat mungkin. Saya akan sangat mungkin menginvestasikan perusahaan saya di Indonesia pada masa depan,"|Elon Musk (CEO Starlink), saat melakukan peresmian Starlink
Pemerintah Indonesia, hingga saat ini, belum sukses menarik minat Musk untuk berinvestasi, terutama pada produksi mobil listrik dan baterainya.
lobi-melobi tersebut, didorong fakta, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yang merupakan salah satu bahan baku utama baterai mobil listrik.
Presiden RI, Jokowi, pada 2022 silam, pernah mengunjungi markas SpaceX di Amerika Serikat (AS).
waktu itu, Elon Musk, mengatakan, Indonesia mempunyai potensi besar dan dirinya berencana, membangun kerja sama di Indonesia.
Mobil listrik Tesla saat ini tersedia di Indonesia, tetapi distribusinya, dilakukan oleh importir umum.
Hingga kini, Tesla belum memiliki perwakilan resmi untuk bisnis penjualan mobil listrik di Indonesia.
Pemerintah Indonesia, terlihat tidak menyerah.
Presiden RI, Jokowi hingga Luhut Binsar Pandjaitan kembali melobi Bos Tesla itu di sela-sela kegiatan WWF Ke-10 di Bali, agar mau berinvestasi di Indonesia.
namun, usaha Presiden RI, Jokowi dan LBP tersebut, kembali mengalami kesulitan.
lalu yang menjadi pertanyaan, apa yang membuat Pemerintah Indonesia Kesulitan meyakinkan Tesla untuk investasi di Indonesia.?
Analis Ekonomi Senior, Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P. Sasmita, memberikan pandangannya, dengan mengatakan, ekosistem investasi Indonesia belum sekomprehensif China, India, bahkan negara tetangga Malaysia.
menurut Ronny, bermodal nikel semata, tentu tidak bisa serta-merta membuat investor kendaraan listrik mudah digaet.
secara spesifik, Ronny, mengatakan, sejumlah alasan Tesla tidak kunjung berinvestasi di Indonesia, antara lain:
PERTAMA, terkait posisi Indonesia di dalam peta global supply chain yang kurang strategis.
"Sehingga kebutuhan produsen kendaraan listrik untuk bahan baku dan bahan setengah jadi lainnya selain nikel masih harus diimpor, termasuk microchip dan banyak lagi,"
"Hanya bermodalkan nikel dan berbagai insentif investasi masih jauh dari cukup untuk mengundang Tesla berinvestasi membangun pabrik kendaraan listrik di sini,"|Ronny (analis ISEAI), Selasa, (21/05/24)
KEDUA, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dinilai masih rendah.
sehingga memaksa Tesla butuh investasi tambahan dan besar, untuk menghadirkan SDM yang dibutuhkan.
KETIGA, perkembangan pasar kendaraan listrik kelas premium, seperti; Tesla, sangat lambat di Indonesia, karena faktor harga yang dianggap masih terlalu mahal.
"Membangun pabrik kendaraan listrik Tesla di Indonesia masih belum 'layak' bisnis karena ceruk pasarnya masih sangat terbatas,"
"Pasar yang kecil itu pun didominasi oleh pabrikan Korea dan China, yang harganya jauh lebih ramah dibanding Tesla,"|Ronny (analis ISEAI)
KEEMPAT, Tesla memandang praktik penambangan nikel di Indonesia masih tidak ramah lingkungan.
KELIMA, industri pengolahan nikel di Indonesia dinilai masih sangat China-sentris.
"Supply chain nikel Indonesia mayoritas dikuasai China sementara saat ini ketegangan dagang antara China dan Amerika masih berlangsung,"|Ronny (analis ISEAI)
KEENAM, Ronny, menduga, Tesla sedang menjalankan amanat geopolitik dari negaranya, untuk tidak terlalu memberi angin segar kepada Indonesia, selama Indonesia masih bermain 'dua kaki' di pentas geopolitik dunia.
"Bahkan Indonesia sudah terkesan lebih dekat kepada China ketimbang Amerika,"
"Jadi bagi Tesla, opsi berinvestasi /atau tidak di Indonesia juga dipengaruhi oleh sikap geopolitis pemerintahan Amerika dalam memandang Indonesia di pentas dunia,"|Ronny (analis ISEAI)
sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, juga memberikan pandangannya dengan menjelaskan bahwa; salah satu pertimbangan sebuah entitas bisnis teknologi, ingin menanamkan modalnya di suatu negara adalah kapasitas dari sisi ekosistemnya.
"Karena mereka membutuhkan ekosistem pendukung,"
"Jadi bukan hanya sekadar suka atau tidak suka di Indonesia,"
"menarik /atau tidaknya juga melihat ekosistemnya. Kalau tidak ada, bagaimana bisa berkembang dengan baik.?"
"dia (perusahaan teknologi) pasti akan melihat (sebuah perusahaan) itu amatiran /atau profesional,"
"kemudian ada dukungan infrastruktur, ekosistem atau tidak, banyak yang harus dilihat,"|Faisal (Direktur Eksekutif CORE)
Faisal, kemudian membandingkan dengan Malaysia dan Vietnam.
dan faktanya, lebih banyak perusahaan teknologi tinggi yang tertarik menanamkan modal ke sana, karena ekosistem di negara tersebut sudah lebih siap daripada Indonesia.
Kendati dari sisi tingkat upah di Indonesia lebih murah.
namun, negara-negara sebelah dinilai memiliki kesiapan ekosistem yang dibutuhkan, yang lebih esensial bagi industri teknologi agar mereka dapat beroperasi.
Hematnya, hal ini lah yang perlu dipikirkan Indonesia.
Pemerintah Indonesia, perlu mencatat, bahwa; membangun ekosistem semacam ini, tidak bisa sekejap mata /atau dengan cara-cara yang sifatnya mencari target-target jangka pendek.
"Butuh waktu panjang untuk membangun ini, puluhan tahun. Jadi kalau pola pikirnya cuman 2-3 tahun untuk membangun, ya susah untuk bisa menguasai satu industri teknologi atau menarik investasi di teknologi,"
"Itu yang perlu dipikirkan, bagaimana pola pikir yang lebih komprehensif dalam kebijakan dan lebih bersifat jangka panjang yang tidak hanya jangka pendek,"|Faisal (Direktur Eksekutif CORE)
Faisal, juga mengatakan, kenapa Indonesia sangat mencita-citakan perusahaan high tech, seperti; Tesla maupun Apple, menanamkan modal di dalam negeri.
menurut Faisal, kemampuan sebuah negara untuk membangun industri teknologi bisa berpengaruh pada nilai tambah (value added) negara tersebut.
hal tersebut, menurut Faisal, dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasok dunia, bukan lagi sebagai pemasok bahan baku komoditas saja.
namun, lebih banyak juga ke industri yang bernilai tinggi, seperti; industri high tech, dengan mendorong industri tersebut, menarik investasinya, dan menciptakan rantai pasok di dalam negeri, dan diharapkan ada nilai tambah terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Jadi kalau posisi kita bisa menguasai yang lebih high value added, lebih cepat tercapai untuk bisa berdampak kepada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,"
"itu yang diharapkan,"
"dan itu, yang sebetulnya ingin disasar," |Faisal (Direktur Eksekutif CORE)
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
| Narasi: Bisnis, Ekonomi, Keuangan, Teknologi,
| Text: W.J.B
| Sumber Literasi: Kemenko Marinves RI, ISEAI, CORE, BPMI,